Opini: Komite dengan Sekolah dan Penganggarannya

Sabtu, 03 Desember 20110 komentar

Berbicara tentang hubungan sekolah dengan komite sekolah seperti dua mata uang yang berbeda namun berada pada satu tempat..di sekolah ada siswa, guru dan pegawai demikian pula di tubuh komite sekolah memiliki sejumlah perangkat yang terdiri dari perwakilan orang tua siswa, unsur guru dan pegawai.
Yang mana keberadaan komite ini sendiri menjadi mitra penyeimbang dan kontrol sekolah yang terbentuk atas keinginan dan kebutuhan sekolah dan masyarakat yang bertujuan untuk pencapaian mutu pendidikan yang baik.
Tidak ada perbedaan antara komite sekolah di SD dan SLTP dengan komite di SLTA yang membedakan hanya pada penganggarannya dimana pos anggaran untuk SLTA hampir 65 persennya diperoleh dari iuran siswa bukan dari Dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang sepenuhnya bersumber dari pemerintah.
Cara kerja dan ruang lingkup kewenanganannya pun tidak ada perbedaan yang prinsipil disesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga masing-masing komite.
Isyarat yang ditunjukkan dalam penganggaran BOS sejatinya dapat diintegrasikan kepenganggaran komite di SLTA yang mana didalamnya lebih ditujukan pada peningkatan mutu secara fisik dan membiayai tenaga honorer yang tidak memiliki gaji dari negara. Karena tidak ada aturan yang mengikat untuk itu melainkan disesuaikan dengan kebutuhan yang masuk akal alias bukan kebutuhan yang seenak perut.
Dan saya setuju jika ini dijalankan maka apa yang dikatakan keadilan dan pemerataan itu akan tercipta, yang mana pada kenyataanya pembiayaan sekolah lebih khusus bagi orang tua siswa SLTA akan ringan.
Jangan sampai keliru, sadar atau tidak sekolah ‘kepala sekolah dan perangkatnya’, menganggap komite sekolah adalah mesin pencetak uang, tidak lebih dari itu. Yang pada kenyataannya komite ini sebenarnya lahir untuk menjadi mitra kerja sekolah untuk satu tujuan yakni “MUTU” pendidikan.
Ironisnya jika perangkat komite dapat dikebiri oleh sekolah maka akan kita temukan penganggaran dalam Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS) lebih banyak iuran komite itu digunakan untuk kesejahteraan guru dan pegawai yang lucunya justru guru negeri akan mendapat jatah besar diantara yang honorer.
Parahnya lagi berangkat dari perangkat komite yang tidak memiliki SDM tentang keuangan, ketika rapat pleno tahunan untuk mengajukan Rancangan APBS, perangkat komite ini tidak dapat berbuat banyak bagi masyarakat yang diwakilinya.
Para orang tua siswa menyadari sepenuhnya bahwa pendidikan membutuhkan anggaran, karena tanpa biaya maka keinginan untuk mendapatkan ilmu yang lebih baik hanya dongeng belaka. Namun patut dipahami bahwa biaya disini harus disesuaikan dengan kondisi masyarkat dan digunakan dengan optimal bagi peningkatan mutu.
Berlandas pada keterbelakangan pemahaman pengurus komite ditambah dengan kenyataan masyarkat yang tidak mengerti draf RAPBS yang diajukan sekolah maka iuran komite akan tetap meningkat setiap tahunnya.
Mungkin tidak ada yang sependapat dengan saya jika saya katakan bahwa mutu pendidikan di sekolah lanjutan atas bukan dijamin dengan meningkatnya kesejahteraan guru negeri melalui iuran komite karena mereka telah mendapat jaminan dari negara.
Mutu pendidikan itu terlahir dari rasa nyaman dan percaya diri siswa itu sendiri, tanpa ketakutan tidak mampu membayar sekolah. Motifasi siswa untuk mau belajar tanpa harus terhimpit dengan bayangan kesusahan dari orang tuanya.
Jika mutu pendidikan itu diidentikkan dengan kesejahteraan guru itu tepat namun akan menjadi anggapan yang sangat keliru bahkan akan menjadi bencana bagi pendidikan itu sendiri jika standar mutu harus mengutamakan aspek itu sementara khususnya di kabupaten Bima yang mayoritas masyarakatnya adalah petani, di rumahnya para siswa ini dihadapkan dengan kompleksitas keluhan orang tua, kakak dan adik-adiknya.
Mulai dari berebut kamar mandi, hingga sarapan atau tidak, maka hal ini akan menjadi bumerang bagi kiat belajar siswa. Lalu menjadi pertanyaan saya akankah mutu pendidikan yang selama ini dinyanyikan akan terwujud dengan kesejahteraan guru..?
Jawabanya ‘TIDAK’ karena seperti yang saya utarakan tersebut diatas bahwa pondasi utamanya tentunya yang menjadi obyek yakni siswa, jadi, hal yang paling urgen untuk pencapaian mutu pendidikan itu adalah rasa percaya diri pada siswa itu sendiri, termotifasi untuk belajar.
Penulias adalah penanggung jawab Tabloid JERAT Bima
yg juga ketua Komite SMAN 1 Monta
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Tantonga Parewa - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger