Km-Tantonga
Harga jual turun adalah resiko yang
harus dihadapi oleh para petani bawang, demikian juga untuk musim panen kali
ini. Tahun lalu harga bawang pada musim seperti ini mengalami kenaikan yang
sangat fantastik sehingga untuk tahun ini para petani tadah hujan ramai-ramai
mendulang keberuntungan.
Namun usaha tiinggal usaha yang
menentukan adalah pasar juga. Karena kkenyataanya jauh dari harapan sehingga
tidak sedikit para petani terpaksa menyimpan panenya di rumah.
Burhan 45 tahun petani asal desa
Tangga misalnya, dia lebih memilih ‘galah’ (bahasa bimanya menggantung panen
bawang-red) ketimmbang harus dijual dengan harga murah, “Dong rugi kalau kita
jual panen ini dengan harga 700 atau 800 ribu perkuintal, sebab dulunya kita
beli bibit 3 jt perkuintalnya. Belum ongkos yang telah kita keluarkan selama
pemeliharaan,” ungkapnya.
Sebenarnya ini bukan pilihan yang
tepat lanjutya. “Sebab kalaupun kita lama-lama menyimpan tetap saja jumlahnya
sama, dijual sekarang kondisi bawang
masih normal, dijual nanti menunggu harga naik justru mengalami penyusutan,”
terangnya.
Hanya satu yang para petani ini
harapkan yakni pemerintah mengambil peran untuk mengatur arus peluang pasar. “Jika
saja kita memiliki informasi yang jelas tentang harga, demikian juga terhadap
monopoli yang dilakukan oleh para tengkulak maupun pengepul. Kami yakin harga produksi tidak akan merugikan kami para petani,” tutupnya.
Sementara informasi yang diperoleh
bahwa salah satu penyebab anjloknya ahrga bawang ini disesabkan oleh
produksi yang lebih tinggi ketimbang kebutuhan sehingga mempengaruhi
harga jual. Di waktu yang bersamaan beberapa daerah juga sedang panen sehingga
mempengaruhi harga.[leo]
Posting Komentar